Sejarah Puisi
Sejarah Puisi dan Perkembangan Puisi- puisi sejarah, contoh puisi sejarah, dan sejarah perkembangan puisi. Puisi ialah kasusteraan yang paling tua. Semenjak dulu, berpuisi ialah langkah kuno dalam warga, atau di saat itu disebut mantra.
Dalam kebiasaan orang Jawa ada adat nembang Jawa, lirik puisi yang dilagukan. Umumnya, nembang didendangkan pada beberapa acara keramat dan penting, seperti acara mitoni, siraman, dan acara pesta dusun yang lain.
Kecuali lirik puisi yang ditembangkan, bisa juga memakai cerita narasi, seperti cerita Raden Panji, Dewi Nawang Wulan, Jaka Tingkir, dan yang lain.
Ingin tahu tentang Puisi Lama? Puisi Lama

Sejarah Puisi dan Perkembangan Puisi
Sejarah puisi dan Perkembangan puisi di Indonesia, dikenali dengan bermacam tipe tipografi dan mode puisi yang memperlihatkan perubahan susunan puisi itu. Ciri-ciri susunan puisi dari zaman ke zaman bukan hanya diikuti dengan susunan fisik, tapi juga oleh susunan arti atau tematiknya.
Dalam sejarahnya, perubahan puisi di Indonesia, dimulai dari angkatan balai pustaka, sampai puisi zaman sekarang ini.
Daftar Angkatan Puisi dan perkembangan kesusteraan:
1. Pujangga Lama: Angkatan Pertama Puisi
Karya sastra puisi Indonesia yang termasuk dalam periode Pujangga Lama adalah karya karya yang dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya sastra di Indonesia didominasi oleh syair, pantun, gurindam, dan hikayat.
Karya Sastra Pujangga Lama
Karya karya sastra yang termasuk karya Pujangga Lama, antara lain:
Sejarah Melayu
Hikayat Abdullah – Hikayat Andaken Penurat – Hikayat Bayan Budiman – Hikayat Djahidin – Hikayat Hang Tuah – Hikayat Kadirun – Hikayat Kalila dan Damina – Hikayat Masydulhak – Hikayat Pandja Tanderan – Hikayat Putri Djohar Manikam – Hikayat Tjendera Hasan Tsahibul – Hikayat Syair Bidasari – Syair Ken Tambuhan – Syair Raja Mambang Jauhari – Syair Raja Siak.
Balai Pustaka
Pada angkatan ini, puisi masih berupa mantra, pantun, dan syair, yang disebutkan puisi terbelit.
- Mantra, type puisi paling tua yang ada pada kesusastraan daerah di semua Indonesia. Barisan pilihan kalimat yang dilihat gaib dan digunakan manusia untuk minta satu hal dari Tuhan. sampai mantra tidak cuma memiliki kekuatan kata tapi kekuatan batin.
- Pantun dan Syair, puisi lama yang formasi tematik atau formasi makna dikemukkan menurut ketetapan type pantun atau syair, dalam permasalahan ini, pantun dan syair masih berupa puisi terbelit.
Pujangga Baru (1933-1945)
Jika pada angkatan balai pustaka penulisan puisi ada beberapa terkuasai oleh puisi lama, karenanya pada angkatan Pujangga Baru dibikin puisi baru, yang melepaskan ikatan-ikatan puisi lama. Sampai munculnya beberapa macam puisi baru, yaitu : distichon (2 baris), tersina (3 baris), quartrin (4 baris), quint (5 baris), sextet (6 baris), septima (7 baris), oktaf (8 baris), soneta (14 baris).
Dalam periode ini ada beberapa panggilan untuk penyair Indonesia, seperti Amir Hamzah sebagai Raja Penyair Pujangga Baru, dan ia disebut oleh H.B. Jassin sebagai Penyair Dewa Irama. J.E. Tatengkeng disebutkan sebagai Penyair Api N beberapaya, dan aionalisme.
Beberapa penyair yang dapat dikelompokkan msuk dalam periode Pujangga Baru adalah :
- Amir Hamzah, "Menyanyi Sunyi" / 1937 dan "Buah Rindu" /1941
- Sutan Takdir Alisyahbana, "Tebaran Mega" / 1936
- Armijn Pane, "Jiwa Berjiwa" / 1939, "Gamelan Jiwa" / 1960
- Jan Engel Tatengkeng "Rindu Sakit hati" / 1934
- Cinta Hadi, "Api Nasionalisme"
- Dan lain-lain.
Angkatan 45 (1945-1953)
Jika pada zaman awalnya mengubah pada bentuk puisi, pada periode ini dikerjakan perubahan lengkap. Bentuk puisi soneta, tersina, dan sebagainya tidak digunakan kembali. Dasar angkatan 45 ini adalah ada ‘Surat Keperecayaan Gelanggang', yang keluarkan bunyi :
Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan kami. Kami lahir dari barisan beberapa orang dan pengetahuan rakyat buat kami adalah barisan campur-baur darimanakah dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.
Keindonesiaan kami tidak karena hanya kulit kami yang sawo masak, rambut kami yang hitam atau tulang pelipis kami yang menjorok di muka, tetapi makin banyak oleh apa yang dikatakan oleh wujud pernyataan pertimbangan kami dan hati.
Kami tidak memberi kata ikatan untuk kebudayaan Indonesia, kami tidak ingat akan melap-lap hasil kebudayaan lama sampai berkilat dan untuk dibanggakan, tetapi kami pikir satu penghidupan kebudayaan baru yang sehat. Kebudayaan Indonesia ditetapkan oleh kesatuan bermacam-bagai rangsang suara yang dikarenakan oleh suara yang dilempar kembali berupa suara sendiri. Kami akan menantang semua usaha yang mempersempit dan menghadang tidak betulnya pengujian ukuran nilai.
Revolusi buat kami ialah penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai lewat waktu yang penting dihancurkan. Demikian kami berpendapat, bila revolusi di tanah air kami belum usai.
Dalam penemuan kami, kami peluang tidak selama-lamanya asli; yang dasar ditemui adalah manusia. Pada langkah kami mencari, membahas, dan mempelajarilah kami membawa watak sendiri.
Penghargaan kami pada keadaan keliling (masyarakat) adalah penghargaan sebagian orang yang kenali ada sama imbas antara seniman dan masyarakat.
Angkatan 45 memiliki beberapa ciri-ciri sebagai berikut :
- puisi memiliki formasi bebas
- biasanya beraliran gesturonisme dan realisme
- diksi mengungkapkan pengalaman batin penyair
- menggunakan bahasa tiap hari
- banyak puisi berpembawaan sinisme dan ironi
- dikatakan masalah bungkusyarakatan, dan kemanusiaan
Penyair yang dapat diktegorikan pada periode ini seperti berikut :
- Chairil Anwar Krikil Tajam / 1949, Deru Campur Debu / 1949, Tiga Membuka Takdir/ 1950
- Sitor Situmorang, Surat Kertas Hijau / 1954, Dalam Sajak / 1955, Muka Tidak Namanya / 1956, Zaman Baru / 1962
- Harjadi S. Hartowardojo, Cidera Bayang / 1964
- Dan lain-lain.
Periode 1953-1961
Jika pada angkatan 45 yang mengumandangkan kemerdekaan, semangat perjuangan dan patriotisme, karenanya pada periode ini membahas persoalan bungkusyarakatan yang terlibat warna kedaerahan. Watak revolusioner yang berapi-api, mulai merada.
Mulai banyaknya puisi beraliran romantik dan kedaerahan dengan model penceritaan balada. Puisi pada periode ini banyak yang mengungkapkan subkultur, keadaan muram, persoalan sosial, cerita rakyat dan doktrin (Atmo Karpo, Paman Ddoblang, dan beberapaya).
Cirri yang menonjol pada periode ini adalah munculnya politik dalam sastra:
- LKN,
- LEKRA,
- LESBUMI,
- LKK, dan beberapa.
Kekhasan puisi pada periode ini adalah :
- Berpembawaan epic (bercerita)
- Model mantra mulai ditaruh dalam balada
- Model repetisi dan retorik semakin alami perubahan
- Banyak digambarkan keadaan muram penuh kesengsaraan
- Mengimplementasikan persoalan social, kemiskinan
- Dasar pengerjaan balaa dari dongeng kepercayaan
Beberapa penyair yang dapat digolongkan dalam periode ini adalah :
- Willibrordus Surendra (W.S Rendra) Empat Barisan Sajak / 1961, Balada Orang-Orang Tercinta / 1957
- Ramadhan Karta Hadimaja, Priangan Si Elok / 1958
- Toto Sudarto Bachtiar, Suara / 1956
- Dan lain-lain.
Angkatan 66 (1963-1970)
Masa ini terkuasai oleh sajak demonstrasi atau sajak protes yang dibaca untuk kobarkan semangat beberapa pemuda dalam perlakuan demonstrasi, seperti pada tahun 1966 saat terjadi demonstrasi beberapa pelajar dan mahasiswa pada pemerintahan Orde Lama.
Penyair seperti Taufiq Ismail dan Rendra, membacakan sajak protes mereka didepan beberapa pemuda. Untuk kobarkan semangat kegiatan rutin kreatis angkatan 66, mulai munculah fasilitas-fasilitas sastra.
Fasilitas itu salah satunya, munculnya majalah Horison (1966), Budaja Djaja (1968, dan dibikinnya Taman Isail Maruki (TIM), sebagai pusat kebudayaan.
Pada periode ini berkembang dua aliran besar puisi. Aliran pertama adalah aliran neo-romantisme yang menegaskan sepi sebagai perlawanan yang mempunyai karakter metafisis, atas dunia. daftar penyair nya yaitu:
- Goenawan Mohammad
- Sapardi Djoko Darmono
- dan Abdul Hadu W.M.
Aliran yang kedua adalah aliran intelektualisme, aliran yang memprioritaskan pada penilaian kritis berkenaan pengalaman pribadi dan dunia. Daftar penyair beraliran intelektualisme yaitu:
- Subagio Sastrowardoyo
- Toety Heraty.
Berikut penyair yang terhitung dalam angkatan 66 :
- Taufiq Ismail, Tirani / 1966, Benteng / 1966
- Sapardi Djoko Darmono, Dukamu Abadi / 1969, Mata Pisau / 1974
- Linus Surjadi A.G., Pengakuan Pariyem / 1981
- Dan lain-lain.
Puisi Kontemporer (1970 - sekarang)
Pada periode ini puisi disebut puisi kontemporer, puisi yang ada di masa saat ini dengan bentuk dan model yang tidak mengikuti ketentuan puisi umumnya, dan memiliki beberapa ciri-ciri lainnya dengan puisi yang lain. Dalam puisi kontemporer, diantaranya yang penting adalah ada eksplorasi beberapa kesempatan baru, salah satunya penjungkirbalikan kalimat baru dan pengerjaan idiom-idiom baru.
Pada puisi kontemporer bertajuk protes, humanisme, religius, kritik sosial, dan perjuangan. Puisi kontemporer berpembawaan seperti mantra, menggunakan majas, bertipografi baru dengan beberapa liga bunyi,dan banyaknya penggunaan kata dari bahasa daerah yang menunjukkan kedaerahaannya.
Dalam dunia perpuisisan kontemporer, Sutardji mengebangakan puisi-puisi mengiprovisasi puisinya, dan baru. Ini terlihat pada sajak Sutardji ‘O, Amuk, Kapak'.
Yang terhitung penyair kontemporer adalah :
- Sutardji Colzoum Bahri, O, Amuk, Kapak , Tragedi Winka Sihka, Batu
- Emha Ainun Najib, ‘M' Frustrasi / 1976, Nyanyian Gelandangan / 1981
- Sapardi Djoko Darmono, Dukamu Abadi / 1969, Mata Pisau / 1974
- Dan lain-lain.
Demikian artikel ulasan mengenai Sejarah Puisi dan Perkembangan Puisi. Mudah-mudahan berguna dan janganlah lupa kunjungi postingan Sapiens yang lain.